Senin, 18 Juli 2011

Indonesia Kelaut Aje!!!

Share
     Sudah saatnya kita mengarahkan pandangan kita menuju laut. Ubah orientasi pembangunan bangsa ini dari yang semula hanya terfokus pada land based oriented menjadi archipelagaic based oriented. Konsep archipelagic melahirkan Indonesia sebagai negara yang berlandasan kemaritiman. Sekian lama pembangunan bangsa ini terfokus pada daratan. Padahal wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke ini, 2/3 atau 77% dari total wilayah NKRI merupakan wilayah perairan. Sedangkan luas daratannya hanya sekitar 33% saja.
     Indonesia merupakan negara kepulauan (Archipelagic State) yang terdiri dari kurang lebih 17.508 gugusan pulau, dengan garis pantai sepanjang 18 000 km. Antara pulau satu dan yang lain membentang lautan, tetapi laut tersebut tidak dijadikan pemisah melainkan penghubung antar pulau. Tentunya tidak mudah untuk menghubungkan 17.508 pulau di nusantara ini agar tetap terintegrasi menjadi satu kesatuan dengan tanah air.
Sejarah perjuangan yang panjang, bagi indonesia untuk diakui sebagai negara kepulauan. Singkat cerita bahwa para pedahulu kita tidak menginginkan bangsa ini tersekat-sekat oleh lautan. Dahulu pulau–pulau di indonesia hanya memiliki daerah teritotial laut sekitar tiga mil yang ditarik dari bagian terluar suatu pulau terhadap laut. Lautan Indonesia yang luas mengakibatkan adanya zona laut bebas diantara pulau-pulau Indonesia yang berdaulat. Sehingga kapal–kapal asing tetap boleh hilir mudik di perairan Indonesia. Hal ini yang kemudian dirasa akan mengancam kedaulatan bangsa ini karena tidak mungkin suatu negara yang berdaulat pulau – pulaunya di batasi oleh laut bebas tersebut.

     Terinspirasi oleh suatu asas archipelago yang telah di tetapkan oleh Mahkamah Internasional. Kemudian mereka membuat sutu konsep asas negara kepulauan (Archipelagic State Principle) yang ditetapkan pada tanggal 13 Desember 1957. Peristiwa tersebut dikenal dengan Deklarasi Djuanda. Deklarasi tersebut menerangkan bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan ini bagi kapal –kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan atau menggangu kedaulatan dan keselamatan Negara Indonesia. Juga mengubah batas laut teritorial dari tiga mil menjadi 12 mil.
     Kemudian setelah perjuangan dan penantian yang panjang akhirnya konsep tersebut diakui dan disahkan secara internasional dalam United Nations Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS: 1982). Serta diatur pula mengenai pembagian zona laut yang berdasarkan kedaulatan suatu negara, yang terbagi atas beberapa zona.
     Pertama, Zona Laut Teritorial dan zona tambahan, adalah batas yang ditarik 12 mil dari garis dari ujung pulau (garis pantai terluar) ke arah laut bebas. Di zona ini negara pantai mempunyai kedaulatan penuh atas laut teritorial, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Berlaku juga hak lintas laut damai bagi kendaraan air asing. Negara pantai berhak membuat peraturan tentang lintas laut damai yang berkenaan dengan keselamatan pelayaran dan pengaturan lintas laut, perlindungan alat bantuan serta fasilitas navigasi, perlindungan kabel dan pipa bawah laut, konservasi kekayaan alam hayati, pencegahan terhadap pelanggaran atas peraturan perikanan, pelestarian lingkungan hidup dan pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran, penelitian ilmiah kelautan dan survei hidrografi dan pencegahan pelanggaran peraturan bea cukai, fiskal, imigrasi dan kesehatan. Zona Tambahan, adalah batas maksimal 24 mil laut diukur dari garis dasar laut teritorial. Zona ini negara pantai dapat melaksanakan pengawasan dan pengendalian serta menindak pelanggaran-pelangaran yang terhadap peraturan tersebut.
     Kedua, selat yang digunakan untuk pelayaran internasional. Terjaminnya fungsi selat sebagai jalur pelayaran internasional merupakan syarat bagi diterimanya penetapan lebar Laut Teritorial 12 mil. Tanpa mengurangi pelaksanaan kedaulatan dan yuridiksi negara-negara pantai dibidang lain daripada lintas laut dan lintas udara. kendaraan air asing dan pesawat udara asing mempunyai hak lintas laut/udara melalui suatu selat yang digunakan untuk pelayaran internasional, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Konvensi, bahwa negara pantai berhak membuat peraturan perundang-undangan mengenali lintas laut transit melalui selat tersebut yang bertalian dengan keselamatan pelayaran dan pengaturan lintas laut, pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran, pencegahan penangkapan ikan, termasuk penyimpanan alat penangkapan ikan palka. Memuat atau memblokir komoditi, mata uang atau orang-orang, yang bertentangan dengan peraturan perundang-udangan bea cukai, fiskal, imigrasi dan kesehatan.
     Ketiga, Zona Ekonomi Eksklusif adalah batas yang jaraknya 200 mil dari garis pantai terluar ke arah laut bebas. Negara pantai memiliki hak berdaulat untuk tujuan eksplorasi, eksploitasi, pengelolaan dan konservasi sumber kekayaan alam baik hayati maupun non hayati di ruang air dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan eksploitasi. Negara pantai berkewajiban untuk menghormati kebebasan pelayaran dan penerbangan internasional, pemasangan kabel atau pipa bawah laut serta berkewajiban untuk memberikan kesempatan terutama kepada negara tidak berpantai atau negara yang secara geografis tidak beruntung untuk turut serta memanfaatkan surplus dari jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan.
     Keempat, Zona Landasan Kontingen merupakan dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan lanjutan dari sebuah benua. Dengan kedalaman laut kurang dari 150 m. pada zona ini negara pantai memiliki kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya yang terkandung di dalamnya, dan berkewajiban untuk menyediakan alur pelayaran lintas damai.
     Permasalahan batas-batas inilah yang kemudian sering menimbulkan konflik. Penegasan batas-batas zona yang merupakan kedaulatan bangsa, perlu di tegaskan kembali. Apalagi perbatasan indonesia yang berbatasan langsung dengan perbatasan negara lain lebih banyak yang berbatasan laut, dibanding dengan perbatasan darat. Negara yang berbatasan dengan wilayah laut Indonesia, diantaranya, Negara India, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Philifina, Australia, Papua Nugini, dan Timor Leste. Lautan inilah potensi dan ancaman bagi Indonesia yang sebenarnya. Maka tindakan yang prefentif dan refresif harus serius dilakukan untuk mengamankan kondisi kedaulatan negara.
     Lautan bisa menjadi potensi karena mengandung sumber daya laut yang kaya dan beragam. Indonesia memiliki lebih dari 350 jenis fauna, 28.000 flora, 110.000 mikroba, 600 terumbu karang, yang tersebar di sepanjang 7. 947. 113 KM2. jumlah tersebut belum termasuk kandungan energi dan mineral yang jumlahnya juga tak sedikit. Komoditas –komoditas biota laut terbaik terkandung di lautan Indonesia.
Kondisi geografis indonesia juga strategis. Berada di posisi silang antara Benua Asia – Benua Australia dan Samudera Hindia – Samudera Pasifik. Juga merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang sibuk karena beberapa tempat disekitar indonesia merupakan pusat perdagangan internasional. Seperti, Kuala Lumpur dan Singapura. Hal tersebut memungkinkan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan dunia pelayaran serta pelabuhan skala internasional berkembang di indonesia.
     Namun apabila kita terus sibuk berkubang di daratan terus menerus, dan tidak bertindak cepat untuk mempersiapkan diri menata kawasan maritim dengan infrastruktur yang mendukung serta pengamanan yang menunjang. Tidak usah kaget jika potensi ini kemudian berbalik menjadi ancaman serius. Jelas kita akan dilibas oleh negara-negara yang sudah jauh berkembang. Permasalahan illegal fishing, penyelundupan melalui perairan, pencemaran laut, masih banyak terjadi Kasus –kasus tersebut lebih banyak terjadi di daerah perbatasan yang pelakuknya bukan warga Indonesia. Daerah perbatasan seperti Selat Malaka, Batam, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat. Kemudian di sebelah timur perairan Maluku, Papua, Nusa Tenggara Timur merupakan tempat yang sering ditemukan kasus-kasus tersebut. Pencemaran laut oleh limbah-limbah industri, rumah tangga sudah terjadi di pesisir perkotaan negara ini. Kondisi ini terus berlangsung diakibatkan dari infrastrukut penunjang yang buruk serta arah kebijakan yang belum berpihak ke laut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar